Kamis, 07 Februari 2013

Sebuah Klarifikasi (Negara Indonesia Termasuk Negara...-ed)


Bismillaahirrahmaanirrahiem…
Alhamdulillah, setelah absen beberapa bulan lamanya, ana bisa kembali menulis di blog ini…
Ana ucapkan jazaakumullaahu khairan katsieran atas kepercayaan ikhwah sekalian  yg mengambil faidah dari blog sederhana ini. Ana juga menghargai bila ada sebagian kalangan yg berbeda pendapat dengan ana dlm satu dan lain hal, MISALNYA dalam menjelaskan status Negara Republik Indonesia ini…
kalaulah ada ustadz-ustadz yg menganggap RI sebagai daarul Islam atau daulah islamiyyah… maka ana menghargai pendapat tersebut. TAPI, bukan berarti ana harus sependapat dengan mereka… Toh, menentukan status negara seperti Indonesia adalah suatu ijtihad dan bukan masalah yg memiliki dalil qoth’i, sehingga bila ada pihak yg menyelisihi maka tidak bisa dicap sebagai mukhaalif limanhajis salaf (orang yg menyelisihi manhaj salaf/bukan salafi).
Itu yg pertama.
Yg kedua, ana tidak menganggap RI sebagai Daarul Islam/Daulah Islamiyyah dan tidak pula sebagai Daarul Kufr/Negara kafir… tapi, ia lebih tepat digolongkan dalam Daar Murakkabah alias negeri gabungan, yg memiliki makna Daarul Islam sekaligus Daarul Kufr. Pijakan ana dalam hal ini adalah fatwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah yg dinukil oleh murid beliau _Ibnu Muflih_ dlm kitab Al Aadaabusy Syar’iyyah sbb:

فصل ( في تحقيق دار الإسلام ودار الحرب ) .
فكل دار غلب عليها أحكام المسلمين فدار الإسلام وإن غلب عليها أحكام الكفار فدار الكفر ولا دار لغيرهما وقال الشيخ تقي الدين ، وسئل عن ماردين هل هي دار حرب أو دار إسلام ؟ قال : هي مركبة فيها المعنيان ليست بمنزلة دار الإسلام التي يجري عليها أحكام الإسلام لكون جندها مسلمين ، ولا بمنزلة دار الحرب التي أهلها كفار ، بل هي قسم ثالث يعامل المسلم فيها بما يستحقه ويعامل الخارج عن شريعة الإسلام بما يستحقه .

Fasal : Mendudukkan pengertian Daarul Islam dan Daarul Harbi
(Ibnu Muflih mengatakan): Semua negeri yg didominasi oleh ajaran-ajaran Islam, maka ia menjadi Daarul Islam. Namun bila ia didominasi oleh ajaran-ajaran kufur, maka ia adalah Daarul Kufr; dan tidak ada lagi negeri selain yg kedua tadi. Adapun Syaikh Taqiyyuddien (Ibn Taimiyyah) ketika ditanya tentang Marden, apakah ia dianggap Daarul Harbi (Kufur) ataukah Daar Islam? beliau menjawab, “Dia (Marden) merupakan Negeri Gabungan yang memiliki kedua makna tadi. Ia tidak bisa dianggap setara dengan Daarul Islam yg diberlakukan padanya hukum2 Islam karena tentaranya adalah kaum muslimin; dan tidak pula dianggap setara dengan Daarul Harbi (Negara kafir) yg dihuni oleh orang-orang kafir. Akan tetapi dia adalah negara tipe ketiga, di mana seorang muslim di sana hendaknya diperlakukan sesuai dengan apa yg berhak dia terima; sedangkan orang yg keluar dari syariat Islam juga diperlakukan sesuai dengan yg berhak dia terima”. (Al Aadaabusy Syar’iyyah 1/239).
Ada sebagian kalangan yg hanya menilai suatu negara dari pemimpinnya… bila pemimpinnya muslim maka ia dianggap negara Islam.
Ada pula yg menilai dari syi’ar-syi’ar Islam yg nampak, seperti di Indonesia yg masih menonjolkan syi’ar2 Islam spt adzan, shalat jum’ah, shalat hari raya, dll… memang, semua sudut pandang tadi ada ‘salaf’-nya dari para ulama. Ada sebagian ulama yg menilainya dari sudut pemimpin/penguasa; dan ada pula yg dari segi dominasi hukum yg berlaku di sana… Semuanya adalah penilaian yg mu’tabar.
TAPI, kalau kita hanya menilai secara parsial dan mengabaikan sisi-sisi lainnya; maka penilaian tsb akan timpang. Misalnya jika kita hanya melihat RI dari presidennya saja, dan mengabaikan menteri2nya, gubernur2nya, walikota2nya dan bupati2nya… maka jelaslah penilaiannya akan SANGAT TIMPANG. Sebab, kekuasaan presiden RI sangatlah terbatas, dan ia tidak bisa bertindak kecuali sesuai UU yg berlaku… jadi, SIAPA YG SEBENARNYA BERKUASA di Indonesia???
Presiden…?
Undang-undang…?
Ataukah keduanya?
Lalu, bila kita tinjau lagi, maka Undang-undang yg menjadi acuan pemerintah/presiden itu sendiri juga dirumuskan oleh banyak orang dlm DPR yg tidak semuanya muslim, dan yg muslim pun kebanyakan sekuler dan bahkan anti islam…
Lalu bagaimana pula dengan walikota dan bupati yg jelas-jelas non muslim di sebagian daerah? Kalau negeri ini kita anggap negara Islam, berarti mereka yg non muslim itu menjadi waliyyul amr seperti yg ada di negeri2 islam… Sedangkan Allah ta’ala berfirman yg artinya, “Hai orang-orang yg beriman, taatilah Allah, taatilah Rasulullah, dan penguasa-penguasa dari kalangan kalian (mukmin)”.
Kalau ada yg mengatakan bahwa para walikota dan bupati tadi adalah orang-orang yg tunduk kpd kekuasaan pusat, dan membangkang kpd mreka berarti  membangkang kpd presiden; maka ini pun tidak tepat. Sebab yg mengangkat dan memecat mrk bukanlah presiden, namun itu semua diatur oleh sistem kafir yg bernama DEMOKRASI. Setiap yg terpilih lewat PILKADA akan menjadi walikota/bupati selama periode ttt, dan otomatis berakhir jabatannya bila masa tugasnya selesai…
Demikian pula dengan diakuinya agama-agama spt Nasrani, Hindu, Buddha, dan Konghucu -bahkan Baha’i- sebagai agama yg sah… tidak hanya sah, tapi disejajarkan dgn agama Islam. Bahkan hari raya mereka pun dijadikan sebagai hari libur nasional (kec. Konghucu dan baha’i) seperti hari raya umat Islam…
Jadi, yg paling tepat adalah menggolongkan RI sebagai negara gabungan.
Lantas apa tsamaratul khilaf dlm masalah ini? Apa konsekuensi dari menganggap RI sebagai Daar Murakkabah dan bukannya Daarul Islam?


http://basweidan.com/sebuah-klarifikasi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar