Kamis, 27 September 2012

Bantahan Terhadap Buku "Kafir Tanpa Sadar"

(Buku “Kafir Tanpa Sadar” membawa Faham Takfir)
Oleh : Al-Ustadz ‘Abdurrahman Thayyib, Lc.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda tentang ciri-ciri Khawarij :
“Akan muncul di akhir zaman sekelompok orang yang masih ingusan dan bodoh. Mereka membaca Al-Qur’an, namun iman mereka tidak sampai kepada kerongkongan mereka. Mereka keluar dari agama ini seperti keluarnya anak panah dari sasarannya. Dimana saja kalian bertemu mereka, maka bunuhlah mereka karena dalam pembunuhan tersebut ada pahala bagi orang yang membunuhnya pada hari kiamat”. [HR. Bukhari 6930)

Diantara ciri Khawarij juga, adalah apa yang disebutkan oleh para ulama, bahwa mereka sering membawakan sebuah ayat Al-Qur'an dan ditafsirkan menurut hawa nafsu dan kebodohan mereka, ayat itu adalah :

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir." [QS. Al-Maidah : 44]

Inilah ucapan para ulama tentang hal di atas :

Berdialog Dengan Teroris


Upaya pemerintah Indonesia dalam memberantas terorisme kian serius dan intensif. Keseriusan pemerintah dalam memberantas terorisme ini diindikasikan dengan pembetukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pada tahun 2010. BNPT adalah sebuah lembaga nonkementrian yang bekerja sama dengan Kementrian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Namun, Alih-alih tindak terorisme surut, malah aksi ini kian merebak di beberapa daerah di Indonesia. Lalu bagaimana pemberantasan terorisme ini semestinya dilakukan.

Berikut ini kami cuplikkan tulisan Anas Burhanudin, M.A. (mahasiswa s3 Universitas Islam Madinah) mengenai pemberantasan terorisme di Arab Saudi. Ia menceritakan pengalamannya selama berdomisili di negeri petro dolar tersebut, bagaimana pemerintahan monarki itu memberantas terorisme. Sengaja Arab Saudi kami jadikan role model, karena negara ini telah berhasil melaksanakan deradikalisasi secara efektif, sebagaimana diakui oleh ketua BNPT, Ansyaad Mbai.

Aksi Terorisme di Arab Saudi
Pada 12 Mei 2003, dunia dikejutkan dengan peristiwa peledakan besar di ibukota Arab Saudi. Pemboman terjadi beriringan di tiga kompleks perumahan di kota Riyadh, dan mewaskan 29 orang, termasuk 16 pelaku bom bunuh diri dan melukai 194 orang. Pemboman di Wadi Laban (Propinsi Riyadh) pada 8 November 2003 menewaskan 18 orang dan melukai 225 orang. Pada 21 April 2004, sebuah bom bunuh diri meledak di Riyadh dan menewaskan 6 orang dan melukai 144 orang lainnya. Sementara pada 1 Mei 2004, 4 orang dari satu keluarga menyerang sebuah perusahan di Yanbu’ dan membunuh 5 pekerja bule, dan melukai beberapa pekerja lain. Saat dikejar, mereka membunuh seorang petugas keamanan dan melukai 22 lainnya.

Sabtu, 22 September 2012

Begitu Teganya Engkau Kafirkan Saudaramu Sesama Muslim


Oleh: Syaikh Kholid Al-Anbari Hafizhahullahu



                                                   Bismillaahir Rohmaanir Rohiim
  
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, shahabat dan para pengikut beliau sampai hari kiamat nanti, amma ba’du.
Majelis Kibrul Ulama Saudi Arabia setelah mempelajari dan memperhatikan kejadian-kejadian yang dialami oleh negara-negara Islam dan selainnya dari pengkafiran (sesama muslim), peledakan, dan tragedi berdarah serta perusakan fasilitas umum serta pembantaian massal orang-orang yang tidak bersalah, mereka menetapkan hal-hal berikut ini sebagai nasehat dan sekaligus menghilangkan kerancuan yang ada dalam masalah ini, hal-hal tersebut adalah:
[1]. Pengkafiran adalah hukum syari’at yang merupakan hak prerogratif milik Allah dan RasulNya semata, sebagaimana penghalalan dan pengharaman, mewajibkan dan melarang, semuanya itu adalah hak Allah dan RasulNya. Tidaklah setiap perbuatan dan perkataan yang dikatakan kafir pelakunya pasti kafir keluar dari Islam.
Jika kita telah mengetahui bahwa pengkafiran itu adalah hak Allah dan RasulNya, maka kita tidak boleh mengkafirkan seorangpun kecuali yang telah dikatakan kafir oleh Al-Qur’an dan Hadits dengan keterangan yang jelas. Tidak cukup hanya sekedar prasangka belaka, karena hal ini akibatnya sangat fatal/tragis dan

Tafsir Ibnu Abbas Terhadap Ayat "Berhukum"

Oleh: Ustadz Arif Fathul Ulum bin Ahmad Saifulloh

                                                  Bismilahir Rohmaanir Rohiim

 
". Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Alloh, maka mereka itu adalah.orang-orang yang kafir"[Al-Ma’ idah : 44]
Di antara syubhat yang dilontarkan oleh kelompok Khowarij dan orang-orang yang terpengaruh dengan pemikiran dan aqidah mereka di zaman ini ialah menyebarkan keragu-raguan terhadap keshohihan tafsir Ibnu Abbas Rodhiyallahu anhuma terhadap ayat hukum’ [1] dari surat Al-Ma’idah ayat ke 44.
lbnu Abbas Rodhiyallahu anhuma berkata : “Sesungguhnya kekufuran dalam ayat ini bukan kekufuran yang mengeluarkan pelakunya dari agama, dia adalah kufur duna kufrin (kufur kecil yang tidak mengeluarkan pelakunya dan lslam)”. [Tafsir Ibnu Jarir 10/355]
Syubhat berikutnya yang mereka lontarkan, mereka menyatakan bahwa pendapat yang membagi kekufuran menjadi dua : “kufur akbar” dan “kufur duna kufrin” (kufur kecil) adalah pendapat Murjiah sebagaimana dikatakan oleh Abu Bashir di dalam sebagian dari bait-bait syairnya yang melecehkan para ulama Salafiyyin.

Rabu, 19 September 2012

Jihad Bersama Penguasa

Oleh: Al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi Al-Atsari, Lc.

Bismillaahir Rohmaanir Rohiim

Sebagai sebuah amal besar, jihad mensyaratkan adanya seorang pemimpin. Dalam prinsip Ahlus Sunnah, pihak yang paling berhak untuk memimpin jihad adalah penguasa (pemerintah). Penguasa yang bagaimana yang pantas menjadi pemimpin jihad? Bila pemimpin itu seorang yang jahat, apakah kita tetap menaatinya atau boleh menolak perintahnya?
Jihad secara etimologis (bahasa) bermakna kesulitan atau kemampuan. Sedangkan secara terminologis (istilah) bermakna mengerahkan segenap kemampuan di jalan Allah U, dalam rangka meninggikan kalimat-Nya, membela agama-Nya, memerangi musuh-musuh-Nya, dan juga dalam rangka mencegah kedzaliman, pelanggaran, dan kejahatan seseorang.
Makna jihad lebih luas dari sekedar bertempur atau perang. Bahkan ia mencakup jihad melawan hawa nafsu, jihad melawan orang-orang kafir dan seluruh musuh Islam, serta jihad melawan kemungkaran dan sejenisnya. Sebagaimana pula jihad dapat dilakukan dengan jiwa, harta, lisan, dan  lainnya.(Al-Jihad Al-Islami Wal Isti’anah bighairil Muslimin Fii Muwaajahatil ‘Aduw, Bayan Al-Majma’ Al-Fiqhil Islami, Makkah Al-Mukarramah).
Namun jihad sering disalahartikan. Terkadang ia diidentikkan dengan segala tindak anarkhis dan teror, sebagaimana yang diopinikan oleh orang-orang kafir dan antek-anteknya. Terkadang pula dipahami secara radikal, sehingga identik dengan memerangi setiap orang kafir (tanpa kecuali) dan memerangi setiap penguasa yang berbuat dzalim, sebagaimana diyakini oleh orang-orang yang berafiliasi kepada paham sesat Khawarij. Sehingga tidak jarang mereka meyakini dan menamakan tindakan anarkhis dan teror yang mereka lakukan sebagai jihad.

Meninggalkan Jihad Sebab Kehinaan dan Kerendahan

Oleh: Al-Ustadz Abu Ishaq Muslim Al-Atsari

 Bismillaahir Rohmaanir Rohiim

Abdullah bin ‘Umar c berkata: “Aku mendengar Rasulullah r bersabda:
“Apabila kalian telah berjual beli dengan cara ‘inah2, dan kalian telah disibukkan memegang ekor-ekor sapi, dan telah senang dengan bercocok tanam dan juga kalian telah meninggalkan jihad, niscaya Allah akan kuasakan/timpakan kehinaan kepada kalian, tidak akan dicabut/dihilangkan kehinaan tersebut hingga kalian kembali kepada agama kalian.”
Hadits yang mulia di atas diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 3003 dalam kitab Al Buyu’, bab An-Nahyu ‘anil ‘Inah dan Al-Imam Ahmad (2/28). Asy-Syaikh Al-Albani t menshahihkan hadits ini dalam kitabnya Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 11.
Sabda Nabi r:  (Kalian telah sibuk memegang ekor-ekor sapi) merupakan kinayah (kiasan) tersibukkannya seseorang dengan pertanian sehingga lalai untuk berjihad di jalan Allah.  (telah senang dengan bercocok tanam) merupakan kinayah tentang  keberadaan mereka yang menjadikan bercocok tanam sebagai ambisi dan perhatian utama. Adapun maksud ucapan Rasulullah  r  (hingga kalian kembali kepada agama kalian) adalah kalian kembali menyibukkan diri dengan amalan-amalan agama (dengan mengilmui amalan tersebut sebelum mengamalkannya, pen.) (Subulus Salam, 3/64)

Kehinaan kaum muslimin karena meninggalkan ajaran agamanya.

Meluruskan Cara Pandang Terhadap Jihad


Oleh: Al-Ustadz Abu Ubaidah Safruddin

Bismillaahir Rohmaanir Rohiim

Jihad adalah amalan yang sangat agung. Ia bahkan menjadi puncaknya Islam. Namun sayang, wajah Islam saat ini justru tercoreng dengan beragamnya paradigma mengenai jihad oleh umat Islam sendiri. Keadaan ini memunculkan berbagai amalan yang diklaim oleh pelakunya sebagai jihad, padahal bila ditinjau dari ajaran Islam bukan termasuk jihad. Akibat lebih jauh, Islam kini dianggap sebagai agama teroris, biang kerusakan, dan anti perdamaian. Berikut, kami mencoba mendudukkan persoalan jihad sesuai dengan paradigma orang-orang terbaik umat ini: para ulama yang mengikuti jejak Salafush Shalih.
“Pokok pangkal dari urusan ini adalah Islam, tiangnya adalah shalat dan puncaknya yang tertinggi adalah jihad.” 1
Banyak manusia memandang amalan jihad tanpa dilandasi ilmu hingga menyebabkan banyak kekeliruan dan menambah peliknya persoalan. Yang paling parah adalah munculnya penyimpangan yang demikian jauh dari pengertian sebagaimana yang telah dijelaskan oleh para ulama.
Karena itu, banyak kita saksikan belakangan ini berbagai tindakan dan aksi tertentu yang langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan kerusakan di tengah masyarakat, namun oleh para pelakunya diklaim sebagai jihad. Padahal, Islam sama sekali tidak memerintahkan amalan tersebut. Sebagai contoh kecil, sikap suka mengkritisi atau mendiskreditkan pemerintah di depan umum. Bagi para demonstran dari kalangan hizbiyyin, sikap kritis terhadap pemerintah merupakan “menu wajib” yang harus dimiliki. Jadilah demonstrasi yang di dalamnya menjadi ajang untuk mencaci maki pemerintah sebagai bagian dari perjuangan mereka yang tidak terlewatkan. Mereka akan menganggap orang-orang yang memiliki sikap berseberangan dengan mereka sebagai penjilat ataupun kaki tangan pemerintah. Bahkan tak jarang mereka menganggap orang yang suka mendoakan kebaikan untuk pemerintah sebagai budak pemerintah.

Jihad Harus Didasari Ilmu


Oleh: Al-Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal Al-Bugisi

 Bismillaahir Rohmaanir Rohiim

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Ankabut: 69)
Penjelasan ayat
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami”
Ada beberapa penafsiran para ulama tentang ayat ini:
1. Bahwa yang dimaksud adalah berjihad melawan kaum musyrikin untuk mencari keridhaan Kami (ridha Allah I), sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Qurthubi, Al-Baghawi, dan Ath-Thabari rahimahumullah.
2. Mereka adalah Rasulullah r, para shahabat, dan yang mengikutinya hingga hari kemudian, sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Katsir t. Ini menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang yang senantiasa istiqamah berada di jalan Rasulullah r dan para shahabatnya. Telah diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dengan sanad dari Ahmad bin Abi Al-Hawari, ia berkata: ‘Abbas Al-Hamdani Abu Ahmad telah mengabari kami tentang firman Allah I ini, beliau mengatakan: “(Mereka adalah) orang-orang yang mengamalkan apa-apa yang mereka ketahui, maka Allah I memberi bimbingan terhadap apa yang mereka belum ketahui.” Ahmad bin Abi Al-Hawari berkata: Akupun memberitakannya kepada Abu Sulaiman Ad-Darani maka hal itu membuatnya takjub dan berkata: “Tidak sepantasnya bagi yang telah diilhami suatu kebaikan untuk mengamalkannya sampai ia mendengarnya dalam atsar (ada riwayatnya, pen). Apabila dia telah mendengarnya dalam atsar dia pun mengamalkannya dan memuji Allah I agar sesuai dengan apa yang ada dalam hatinya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3/423)

Selasa, 18 September 2012

Akar Perlawanan Yang Keliru (Bantahan Atas Beberapa Kekeliruan Pemikiran Imam Samudera -ed)


Oleh: Ust. Dzulqarnain Makassar


Dalam bab ini, akan diuraikan beberapa catatan berkaitan dengan pemahaman Imam Samudra terhadap jihad. Dan hal ini termasuk masalah prinsip yang merupakan dasar kekeliruan Imam Samudra dalam bukunya.
1. Kekeliruan Seputar Definisi Jihad
Berkata penulis, “
Pengertian Jihad
Dari segi bahasa (etimologi), secara simpel jihad berarti bersungguh-sungguh, mencurahkan tenaga untuk mencapai satu tujuan. Dalam hal ini, seseorang yang bersungguh-sungguh dalam mencari jejak bisa dikategorikan jihad.
Dari segi istilah, jihad berarti bersungguh-sungguh memperjuangkan hukum Allah, mendakwahkannya serta menegakkannya.
Dari segi syar’i, jihad berarti berperang melawan kaum kafir yang memerangi Islam dan kaum muslimin. Pengertian syar’i ini lebih terkenal dengan sebutan “jihad fi sabilillah”. Seingatku, ketiga definisi di atas telah menjadi ijma’ (konsensus) para ulama Salafush-Shalih, terutama dari kalangan empat mazhab (Syafi’i, Hambali, Maliki, Hanafi). Jadi tidak ada perselisihan pendapat, dalam hal ini pendefinisian jihad.” [1]

(Buku) Aku Melawan Teroris, Sebuah Kedustaan Atas Nama ‘Ulama Ahlussunnah

Oleh: Al-Ustadz Abu Hamzah Al-Atsari

Siapa tak kenal Imam Samudra? Ia begitu populer karena menjadi tersangka dalam kasus Bom Bali. Sebuah buku atas namanya meluncur. Repotnya, buku yang sarat syubhat itu justru menggunakan berbagai ‘dalil’ yang kemudian ditafsiri seenak perut. Tujuannya tentu, mencari pembenaran atas aksi yang mengatasnamakan Islam itu!
Allah I telah mengutus Nabi-Nya r dengan membawa misi perbaikan alam dan menegakkan kemaslahatan hamba, seperti beliau nyatakan dalam sabdanya:
“Sesungguhnya tak ada seorang nabi pun sebelumku kecuali menjadi hak atasnya untuk menunjukkan umatnya pada kebaikan yang diketahuinya untuk mereka dan memperingatkan dari kejelekan yang diketahuinya untuk mereka.” (HR.  Muslim dalam Shahih-nya, Kitabul Imarah no. 1844)
Tak diragukan bahwa para Salaf, yakni para shahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in adalah orang-orang terdepan dalam meraih kemaslahatan dan menghindar dari segala kerusakan. Hal ini pulalah yang kemudian mereka serukan sebagai suatu manhaj yang dianut. Maka, Manhaj Salaf adalah dakwah Al-Haq, dakwah Islam, di mana Islam meliputi seluruh aspek kehidupan. Seruannya datang untuk mengeluarkan manusia dari gelapnya syirik menuju cahaya tauhid, dari kerancuan dan bid’ah menuju kesatuan sunnah dan aqidah. Sama sekali tidak berdiri di atas hawa nafsu dan ra‘yu (logika), akan tetapi di atas apa yang telah Allah tetapkan. (Usus Manhaj As-Salaf fi Da’wati Ilallah, oleh Asy-Syaikh Fawwaz As-Suhaimi t hal. 98)

Dialog Ibnu Abbas Dengan Kaum Khawarij

Wajibnya kembali kepada sahabat dalam memahami Islam

Jauh dari jalan sahabat Rasulullah n dalam memahami Al-Kitab dan As-Sunnah, adalah pertanda kesesatan dan alamat kebinasaan. Dalam sebuah wasiatnya yang agung, Rasulullah n mewanti-wanti umat ini agar selalu berjalan di atas jalan mereka yang lurus. Beliau n bersabda:
فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
“Maka sungguh, siapa yang hidup di antara kalian akan menyaksikan perselisihan yang banyak, maka wajib atas kalian mengikuti sunnahku dan sunnah Al-Khulafa yang mendapat bimbingan dan petunjuk, pegang eratlah sunnah itu dan gigitlah dengan geraham-geraham kalian.”[1]
Nasihat ini ternyata tidak dihiraukan oleh orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya, kaum Khawarij misalnya. Meski mereka orang yang rajin ibadah, tekun berzikir bahkan jidat-jidat mereka hitam terluka karena banyaknya shalat malam, namun tatkala jalan yang mereka tempuh bukan jalan sahabat Rasulullah n –salaf (pendahulu) umat ini– mereka pun Allah l sesatkan hingga terjerumus dalam jurang kebinasaan. Demikianlah ketentuan Allah l atas mereka yang menentang Rasul n dan meninggalkan jalan sahabat-sahabatnya.

“Dan barangsiapa menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An-Nisa: 115)

Mengenal Sekte Sesat Khawarij

Pemikiran Khawarij


إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ رَجُلاً قَرَأَ الْقُرْآنَ حَتَّى إِذَا رُئِيَتْ بَهْجَتُهُ عَلَيْهِ وَكَانَ رِدْءًا لِلْإِسْلاَمِ  انْسَلَخَ مِنْهُ وَنَبَذَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ وَسَعَى عَلَى جَارِهِ بِالسَّيْفِ وَرَمَاهُ بِالشِّرْكِ ، قَالَ : قُلْتُ : يَا نَبِيَّ اللهِ ، أَيُّهُمَا أَوْلَى بِالشِّرْكِ الْمَرْمِيُّ أَوِ الرَّامِي ، قَالَ : بَلِ الرَّامِي
Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kamu adalah seseorang yang membaca Alquran, sehingga apabila telah diperlihatkan kepadanya keindahannya dan tadinya ia adalah pembela Islam, tiba-tiba ia lepas dari Islam dan melemparkan (Alquran) ke belakangnya, dan mendatangi tetangganya dengan membawa pedang dan menuduhnya dengan kesyirikan.” Aku berkata (periwayat hadis ed.), “Wahai Nabi Allah, siapakah yang lebih layak kepada kesyirikan, yang dituduh atau yang menuduh?” Beliau menjawab, “Yang menuduh (lebih layak).” (HR. Al Bazzar)[1]
Hadis ini memberitakan kepada kita tentang adanya orang-orang yang banyak hafal Alquran namun menuduh saudaranya dengan kekafiran, bahkan mengafirkan saudaranya karena dosa-dosa yang ia anggap mengeluarkan pelakunya dari Islam, kemudian menghalalkan darahnya.
Dalam hadis lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa mereka membaca Alquran namun tidak sampai ke kerongkongannya, beliau bersabda,
يَخْرُجُ مِنْهُ قَوْمٌ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الْإِسْلَامِ مُرُوقَ السَّهْمِ مِنْ الرَّمِيَّةِ
Akan keluar darinya (Iraq) suatu kaum yang membaca Alquran namun tidak sampai ke tenggorokannya, mereka lepas dari Islam seperti melesatnya panah dari buruannya.” (HR. Bukhari)

Minggu, 16 September 2012

Nasehat Untuk Para Teroris; Ketahuilah Jihad Itu Berbeda Dengan Terorisme!!!

Oleh: Ust. Dzulqarnain Makassar

بسم الله الرحمن الرحيم


Hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kita mengadukan segala fitnah dan ujian yang mendera. Akibat ulah sekolompok anak muda yang hanya bermodalkan semangat belaka dalam beragama, namun tanpa disertai kajian ilmu syar’i yang mendalam dari Al-Qur’an dan As-Sunnah serta bimbingan para ulama, kini ummat Islam secara umum dan Ahlus Sunnah (orang-orang yang komitmen dengan Sunnah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam) secara khusus harus menanggung akibatnya berupa celaan dan citra negatif sebagai pendukung terorisme.
Aksi-aksi terorisme yang sejatinya sangat ditentang oleh syari’at Islam yang mulia ini justru dianggap sebagai bagian dari jihad di jalan Allah sehingga pelakunya digelari sebagai mujahid, apabila ia mati menjadi syahid, pengantin surga, calon suami bidadari…!?
Demi Allah, akal dan agama mana yang mengajarkan terorisme itu jihad…?! Akal dan agama mana yang mengajarkan buang bom di sembarang tempat itu amal saleh…?!
Maka berikut ini kami akan menunjukkan beberapa penyimpangan terorisme dari syari’at Islam dan menjelaskan beberapa hukum jihad syar’i yang diselisihi para Teroris. Penjelasan ini insya Allah berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah serta keterangan para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah para pengikut generasi salaf (generasi sahabat Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam).

Tuntunan Islam Dalam Menasehati Penguasa )Sebuah Renungan Bagi Para Pencela Pemerintah)

Oleh: Ust. Sofyan Chalid

بسم الله الرحمن الرحيم

Telah dimaklumi bersama bahwa merubah kemungkaran dan menasihati pelakunya adalah kewajiban setiap muslim sesuai dengan kemampuannya. Sebagaimana sabda Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam-:
من رأى منكم منكراً فليغيره بيده فإن لم يستطع فبلسانه فإن لم يستطع فبقلبه وذلك أضعف الإيمان
“Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah dia merubahnya dengan tangannya. Apabila tidak mampu maka dengan lisannya. Apabila tidak mampu lagi maka dengan hatinya, itulah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim, no. 186)
Akan tetapi, masih banyak kaum muslimin yang belum memahami bahwa untuk merubah kemungkaran yang dilakukan oleh pemerintah muslim tidak sama dengan merubah kemungkaran yang dilakukan oleh selainnya. Bahkan lebih parah lagi, kemungkaran yang dilakukan penguasa dijadikan sebagai komoditi untuk meraih keuntungan oleh sebagian media massa. Mahasiswa pun turun ke jalan untuk berdemonstrasi, tak ketinggalan pula para “aktivis Islam” atau “aktivis dakwah” melakukan “aksi damai” yang menurut mereka itulah demo Islami, sehingga pada akhirnya masyarakatlah yang menjadi korban.
Namun yang sangat mengherankan, ada sebagian orang yang mengaku Ahlus Sunnah, pengikut sunnah Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- pun turut serta melakukan demonstrasi (yang mereka namakan dengan aksi damai) dan mengkritik pemerintah muslim secara terang-terangan di media massa. Maka seperti apakah bimbingan Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- dan para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam masalah ini?
Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- yang ma’shum, yang tidak berkata kecuali wahyu yang diwahyukan kepadanya. Semua perkataan bisa diterima atau ditolak, kecuali perkataan beliau -shallallahu’alaihi wa  sallam-, beliau bersabda:
من أراد أن ينصح لذي سلطان فلا يبده علانية ولكن يأخذ بيده فيخلوا به فإن قبل منه فذاك وإلا كان قد أدى الذي عليه
“Barangsiapa yang ingin menasihati penguasa, janganlah ia menampakkannya terang-terangan. Akan tetapi hendaklah ia meraih tangan sang penguasa, lalu menyepi dengannya. Jika nasihat itu diterima, maka itulah yang diinginkan. Namun jika tidak, maka sungguh ia telah melaksanakan kewajiban (menasihati penguasa).” [HR. Ibnu Abi ‘Ashim dalam As-Sunnah dari ‘Iyadh bin Ganm

Pemerintah Indonesia, Masihkah Layak Ditaati?


Oleh : Ust. Sofyan Chalid
بسم الله الرحمن الرحيم


Para ulama kaum muslimin seluruhnya sepakat akan kewajiban taat kepada pemerintah muslim dalam perkara yang bukan maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena Allah Tabaraka wa Ta’ala telah memerintahkan hal tersebut sebagaimana dalam firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” (An-Nisa’: 59)
Demikian pula, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam telah berwasiat:
أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا
“Aku wasiatkan kalian agar senantiasa taqwa kepada Allah serta mendengar dan taat kepada pemimpin (negara) meskipun pemimpin tersebut seorang budak dari Habasyah.” (HR. Abu Dawud, no. 4609 dan At-Tirmidzi, no. 2677)
Al-Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi rahimahullah menjelaskan diantara prinsip aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah:
ولا نرى الخروج على أئمتنا وولاة أُمورنا ، وإن جاروا ، ولا ندعوا عليهم ، ولا ننزع يداً من طاعتهم ونرى طاعتهم من طاعة الله عز وجل فريضةً ، ما لم يأمروا بمعصيةٍ ، وندعوا لهم بالصلاح والمعافاة
“Dan kami tidak memandang bolehnya memberontak kepada para pemimpin dan pemerintah kami, meskipun mereka berbuat zhalim. Kami tidak mendoakan kejelekan kepada mereka. Kami tidak melepaskan diri dari ketaatan kepada mereka dan kami memandang ketaatan kepada mereka adalah ketaatan kepada Allah sebagai suatu kewajiban, selama yang mereka perintahkan itu bukan kemaksiatan (kepada Allah). Dan kami doakan mereka dengan kebaikan dan keselamatan.” (Al-Aqidah Ath-Thahawiyah, Al-Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi Al-Hanafi rahimahullah)

Memperingatkan Bahaya Kelompok Sesat (Antara Nasehat dan Cacian)

 Oleh: Ust. Sofyan Chalid

بسم الله الرحمن الرحيم

Kemunculan berbagai kelompok sesat dalam Islam adalah sebuah keniscayaan yang diakibatkan oleh munculnya berbagai macam ajaran yang menyimpang dari jalan Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- dan para sahabat dalam beragama. Sebagaimana dalam hadits iftiroq, Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- telah mengabarkan:
وَإِنَّ بَنِي إِسْرَائِيل تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّة , وَتَفْتَرِق أُمَّتِي عَلَى ثَلَاث وَسَبْعِينَ مِلَّة , كُلّهمْ فِي النَّار إِلَّا مِلَّة وَاحِدَة , قَالُوا : مَنْ هِيَ يَا رَسُول اللَّه ؟ قَالَ : مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي
“Sesungguhnya Bani Israil telah berpecah menjadi 72 golongan, dan ummatku akan berpecah menjadi 73 golongan, semuanya di neraka kecuali satu”. Para sahabat bertanya, “Siapakah mereka wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Yang mengikuti aku dan para sahabatku”.(HR. At-Tirmidzi, no. 2641, dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Al-Misykah, no.171 pada tahqiq kedua)
Lalu apakah kita diam saja membiarkan saudara-saudara kita berpecah belah dalam agama dan memunculkan ajaran-ajaran sesat? Atau membiarkan saudara-saudara kita kaum muslimin disesatkan oleh kelompok-kelompok yang menyimpang?
Tentunya, kewajiban setiap muslim untuk menjaga agama ini dari berbagai penyimpangan sesuai kemampuannya. Sebagaimana kewajiban setiap muslim untuk menyelamatkan saudara-saudaranya kaum muslimin dari kelompok-kelompok sesat yang akan mengajak mereka ke pintu-pintu neraka.

Mengkafirkan Penguasa Muslim Adalah Akar Kesesatan Teroris Khowarij

(Sebuah Catatan Atas Tertangkapnya Abu Bakar Ba’asyir, Bag. 3)

Oleh : Ust. Sofyan Chalid

بسم الله الرحمن الرحيم
Telah kita singgung pada catatan sebelumnya yang berjudul PERANG TERHADAP TERORIS KHAWARIJ BUKAN PERANG TERHADAP ISLAM, bahwa diantara ciri-ciri Khawarij yang ada pada diri Abu Bakar Ba’asyir (ABB) dan kelompoknya adalah mengkafirkan sesama muslim, khususnya penguasa muslim yang tidak berhukum dengan syari’ah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal itu benar-benar dibuktikan oleh ABB dengan mengkafirkan Presiden SBY hafizhahullah-, dengan alasan bahwa Presiden SBY, “Tidak menjalankan syari’at Islam dengan benar”, demikian katanya.
Paham pengkafiran (takfir) ala Khawarij ini muncul dari kebodohan mereka dalam memahami makna kekafiran (الكفر) dan kaidah-kaidah dalam pengkafiran (القواعد في التكفير) yang ada dalam manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Oleh karenanya catatan ringkas ini insya Allah Ta’ala akan menjelaskan bagaimana manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah, manhaj generasi As-Salafus Shalih dalam masalah kekafiran, khususnya kekafiran pemerintah yang tidak berhukum dengan syari’ah Islam dan bagaimana kaidah-kaidah dalam mengkafirkan seorang muslim yang melakukan kekafiran.

Makna Kekafiran dan Pembagiannya

Kekafiran (الكفر) secara bahasa maknanya adalah (الستر) dan (التغطية), yang berarti menutup. Sedangkan menurut syari’ah, kekafiran adalah lawan dari keimanan (ضد الإيمان). Dan terbagi dalam lima jenis, yaitu:

Perang Terhadap Teroris Khowarij Adalah Kewajiban Pemerintah Muslim

(Sebuah Catatan Atas Tertangkapnya Abu Bakar Ba’asyir, Bag. 2)
 

 Oleh: Ust. Sofyan Chalid


بسم الله الرحمن الرحيم

Alhamdulillah, pada artikel sebelumnya yang berjudul PERANG TERHADAP TERORIS KHAWARIJ BUKAN PERANG TERHADAP ISLAM, kami telah menjelaskan bukti-bukti ilmiah bahwa sepak terjang Abu Bakar Ba’asyir, para pembela dan pengikutnya adalah sifat-sifat kelompok sesat Khawarij.
Pada artikel ini insya Allah kami akan menyebutkan beberapa dalil dan penjelasan para ulama, bahkan kesepakatan (ijma’) seluruh ulama tentang kewajiban pemerintah muslim untuk memerangi teroris Khawarij. Sehingga makin jelas bagi kita, bahwa apa yang dilakukan pemerintah RI melalui Densus 88 merupakan tindakan yang tepat insya Allah Ta’ala.

Perintah dan Keutamaan Memerangi Khawarij

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
يأتي في آخر الزمان قوم حدثاء الأسنان سفهاء الأحلام يقولون من خير قول البرية يمرقون من الإسلام كما يمرق السهم من الرمية لا يجاوز إيمانهم حناجرهم فأينما لقيتموهم فاقتلوهم فإن في قتلهم أجرا لمن قتلهم يوم القيامة
“Akan datang pada akhir zaman suatu kaum yang masih muda belia dan bodoh. Namun mereka menyampaikan perkataan manusia terbaik (yakni Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam). Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah meleset dari sasarannya. Keimanan mereka tidak melewati tenggorokannya. Di mana saja kalian mendapati mereka, maka perangilah mereka, karena dalam memerangi mereka terdapat pahala pada hari Kiamat bagi siapa saja yang memeranginya.” (HR. Bukahari dan Muslim dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu)

Perang Terhadap Teroris Khowarij Bukan Perang Terhadap Islam

(Sebuah Catatan Atas Tertangkapnya Abu Bakar Ba’asyir, Bag. 1)

Oleh: Ust. Sofyan Chalid

بسم الله الرحمن الرحيم


Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah menganugerahkan nikmat yang sangat besar kepada kaum muslimin di bulan Ramadhan tahun 1431 H yang penuh berkah ini, yaitu dengan tertangkapnya seorang tokoh yang berpaham Teroris Khawarij, Abu Bakar Ba’asyir.
Ucapan terima kasih juga selayaknya diberikan kepada Pemerintah RI, khususnya POLRI melalui Densus 88 –jazaahumullahu khairan- yang telah mengerahkan segenap tenaga untuk menangkap tokoh yang satu ini dan mengumpulkan bukti-bukti keterlibatannya dalam aksi-aksi Teroris Khawarij.
Namun ternyata, di tengah-tengah kegembiraan kaum muslimin atas tertangkapnya tokoh kesesatan tersebut, ada sekelompok kecil orang-orang yang mengatasnamakan umat Islam yang memprotes dan menyatakan secara terbuka ketidaksetujuan mereka, bahkan mengecam pemerintah dengan keras atas penangkapan tersebut. Diantaranya adalah sebuah forum yang menamakan diri Forum Umat Islam (FUI), yang mengklaim beranggotakan ormas-ormas Islam, diantaranya Front Pembela Islam (FPI), Majelis Mujahidin, Jamaah Anshorut Tauhid, Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI), Al Irsyad Al Islamiyyah, Front Perjuangan Islam Solo (FPIS), Majelis Tafsir Al Quran (MTA), Majelis Az Zikra, PP Daarut Tauhid, Hidayatullah, PII dan Wahdah Islamiyah yang berpusat di Makassar.
Bahkan salah seorang kader ormas yang disebut terakhir di atas, membuat tulisan dalam blog hitamnya yang berisi tuduhan-tuduhan keji dengan judul Bisnis Darah dan Nyawa Manusia dan Penangkapan Ustadz Ba’asyir dan Kehancuran NKRI. Sebelumnya juga, website resmi mereka di cabang Jogya telah menurunkan sebuah artikel untuk memprotes kebijakan pemerintah terhadap teroris dalam sebuah tulisan berjudul Menjustifikasi Kematian Teroris. Tidak ketinggalan pula Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), melalui juru bicaranya Muhammad Ismail Yusanto mengecam penangkapan Abu Bakar Ba’asyir (ABB).

Jumat, 14 September 2012

Syubhat Para Pemberontak


[Artikel ini merupakan potongan terakhir dari tulisan ust. Luqman Jamal -hafizhahullah- yang dimuat di majalah An-Nasihah dengan judul 'Aqidah Ahlussunnah wal Jamaah Terhadap Penguasa']
Orang-orang yang tidak menjadikan nash Al-Kitab dan As-Sunnah serta atsar salaf sebagai acuan karena tidak bernilai di dalam hati mereka, sebaliknya mereka akan menjadikan acuan dan rujukan pemikiran-pemikiran yang kebanyakannya diserap dari luar Islam, mereka akan melemparkan banyak syubhat (kerancuan pemahaman), di antaranya :
Satu: Keluar dari ketaatan terhadap penguasa (baca:memberontak) hanyalah kalau mengangkat senjata.
Bantahan:
Dikutipkan dari Fadhilatusy Syaikh Doktor Sholeh As-Sadlan, beliau pernah ditanya :
“Saya melihat Syaikh tidak membatasi keluar (dari ketaatan,–pent.) hanya dengan senjata bahkan Syaikh menganggap bahwa keluar kadang dengan lisan …?”.
Beliau menjawab : “Ini adalah pertanyaan yang penting. Sebagian dari ikhwah kadang melakukan hal ini dengan niat yang baik dengan keyakinan bahwa keluar hanyalah dengan (mengangkat) senjata saja. Namun sebanarnya, keluar (dari ketaatan) tidaklah terbatas hanya dengan kekuatan senjata atau menentang dengan cara-cara yang sudah terkenal saja, bahkan sesungguhnya keluar dengan kalimat lebih parah daripada keluar dengan senjata. Karena

Agar Anak Tidak Menjadi Teroris

Bismilaahir Rohmanir Rohiim
Betapa hancur hati kedua orangtua, tatkala dikabarkan kepada mereka ternyata anaknya yang selama ini dikenal sebagai anak baik-baik dan pendiam, diciduk aparat Kepolisian karena terlibat jaringan terorisme.
...

Orangtua yang lain pun shock begitu mendengar anaknya tewas dalam aksi peledakan, Sementara itu, teman-temannya serasa tidak percaya mendengar berita bahwa anak yang selama ini mereka kenal sebagai anak baik, supel, dan ramah, ternyata terlibat aksi terorisme !!. 
Demikianlah, betapa menyedihkan, Nyata jaringan terorisme telah berhasil menyeret anak-anak baik dari putra-putra kita dalam aksi biadab yang bertentangan dengan agama dan akal sehat tersebut. 
Tentunya, kita bertanya-tanya bagaimana anak-anak kita bisa terseret jaringan terorisme ? Melalui pintu apa terorisme bisa masuk ke alam pikiran mereka sehingga mereka tertarik dan mau mengikutinya ? 
Akar munculnya terorisme adalah dari paham sempalan Khawarij. Suatu paham ekstrem

Apakah Indonesia Termasuk Daarul Islam atau Daarul Kufur?

 

Oleh: Abu Muhammad Zaid Efendy

Kebanyakan Ulama berpendapat bahwa indikasi yg di jadikan patokan dalam menghukumi suatu negeri,apakah negeri tsb Darul Islam atau Darul Kufur adalah nampaknya hukum2 Islam
Tetapi kemudian mereka berselisih dalam tafsir dari hukum2 islam yg menjadi pembeda antara dua negara ini,apakah yg dimaksud adalah
Sikap2 dan amalan2 Waliyyul amr dan penguasa
ataukah yg di maksud adalah amalan2 penduduk negeri dari Syi'ar2 Islam yg nampak,seperti sholat lima waktu,shalat jum'at,dan shalat 'ied..?
Maka yg kuat adalah yg terakhir,Sebagaimana Hadits2 berikut:
1.Hadits Anas bahwasanya ia berkata
"Adalah Rasulullah Shallalllahu'alaihi wasallam hendak menyerang daerah musuh ketika terbit fajar.Beliau menunggu suara adzan,jika Beliau mendengar Adzan maka Beliau menahan diri,dan jika tidak mendengar adzan maka beliau menyerang."HR.Bukhari :610 Muslim:1365.
Al-Imam Nawawi Rahimahullah Berkata:"Hadits ini menunjukkan bahwa adzan menahan serangan kaum muslimin kepada penduduk negri daerah tersebut.Karena Adzan tersebut merupakan dalil atas keislaman mereka." Syarah Nawawi pada Shahih Muslim 4/84
Al-Imam Qurthuby berkata;"Adzan adalah tanda yg membedakan antara darul Islam dan Darul Kufur."(Al-Jami' Liahkamil Qur'an 6/225)
Az-Zarqany berkata:"Adzan adalah Syi'ar Islam dan termasuk tanda yg membedakan antara darul Islam dan darul Kufur."(Syarah Zarqany atas Muwaththa' 1/215)

Kewajiban Taat Kepada Pemerintah


Oleh : Al-Ustadz Muhammad Umar As-Sewed
Kewajiban taat kepada pemerintah merupakan salah satu prinsip Islam yang agung. Namun di tengah carut-marutnya kehidupan politik di negeri-negeri muslim, prinsip ini menjadi bias dan sering dituding sebagai bagian dari gerakan pro status quo. Padahal, agama yang sempurna ini telah mengatur bagaimana seharusnya sikap seorang muslim terhadap pemerintahnya, baik yang adil maupun yang dzalim.
KKN, represivitas penguasa, kedekatan pemerintah dengan Barat (baca: kaum kafir), seringkali menjadi isu yang diangkat sekaligus dijadikan pembenaran untuk melawan pemerintah. Dari yang ‘sekedar’ demonstrasi, hingga yang berujud pemberontakan fisik.
Meski terkadang isu-isu itu benar, namun sesungguhnya syariat yang mulia ini telah mengatur bagaimana seharusnya seorang muslim bersikap kepada pemerintahnya, sehingga diharapkan tidak timbul kerusakan yang jauh lebih besar.
Yang menyedihkan, Islam atau jihad justru yang paling laris dijadikan tameng untuk melegalkan gerakan-gerakan perlawanan ini. Di antara mereka bahkan ada yang menjadikan tegaknya khilafah Islamiyah sebagai harga mati dari tujuan dakwahnya. Mereka pun berangan-angan, seandainya kejayaan Islam di masa khalifah Abu Bakar dan ‘Umar bin Al-Khaththab dapat tegak kembali di masa kini.

Mewaspadai Fitnah Takfir


Oleh : Ust. Ruwaifi'
Menengok sejarahnya, ternyata fitnah bermudah-mudahan mengkafirkan seorang muslim ini telah lama ada, seiring dengan munculnya Khawarij, kelompok sesat pertama dalam Islam. Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah berkata: “Ia merupakan fitnah yang telah lama ada, yang diprakarsai oleh kelompok (sesat) dari kelompok-kelompok Islam pertama, yang dikenal dengan Khawarij.” (Fitnatut Takfir, hal. 12). Yang mana mereka telah berani mengkafirkan Khalifah Utsman bin Affan dan orang-orang yang bersamanya, mengkafirkan orang-orang yang memerangi Ali bin Abi Thalib dalam perang Jamal dan Shiffin, kemudian mengkafirkan semua yang terlibat dalam peristiwa Tahkim (termasuk di dalamnya Ali bin Abi Thalib), dan akhirnya mengkafirkan siapa saja yang tidak sepaham dengan mereka. (Diringkas dari Fathul Bari, karya Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, 12/296-297).

Sebab Munculnya Fitnah Takfir
Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah berkata : “Sejauh apa yang aku pahami, sebabnya kembali kepada dua perkara:

Dakwah Salafiyah



 
Oleh : Ust. Dzulqarnain Makassar
 

Pertanyaan:
Berkembangnya dakwah Salafiyyah di kalangan masyarakat dengan pembinaan yang mengarah kepada perbaikan ummat di bawah tuntunan Rasulullah shallallahu 'alahi wa alihi wa sallam adalah suatu hal yang sangat disyukuri. Akan tetapi di sisi lain, orang-orang menyimpan dalam benak mereka persepsi yang berbeda-beda tentang pengertian Salafiyah itu sendiri sehingga bisa menimbulkan kebingunan bagi orang-orang yang mengamatinya, maka untuk itu dibutuhkan penjelasan yang jelas tentang hakikat Salafiyah itu. Mohon keterangannya!
Jawab:
Salafiyah adalah salah satu penamaan lain dari Ahlussunnah Wal Jama'ah yang menunjukkan ciri dan kriteria mereka.
Salafiyah adalah pensifatan yang diambil dari kata سَلَفٌ (Salaf) yang berarti mengikuti jejak, manhaj dan jalan Salaf. Dikenal juga dengan nama سَلَفِيُّوْنَ (Salafiyyun). Yaitu bentuk jamak dari kata Salafy yang berarti orang yang mengikuti Salaf. Dan juga kadang kita dengar penyebutan para 'ulama Salaf dengan nama As-Salaf Ash-Sholeh (pendahulu yang sholeh).

Ahlussunnah Wal Jama'ah


Oleh : Ust. Dzulqarnain Makassar

Bismillaahir Rohmaanir Rohiim
Dewasa ini marak pengakuan dari berbagai pihak yang mengklaim dirinya Ahlus Sunnah Wal Jama’ah sehingga menyebabkan adanya kerancuan dan kebingungan dalam persepsi banyak orang tentang Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, siapakah sebenarnya Ahlus Sunnah Wal Jama’ah itu ?
Jawab :
Mengetahui siapa Ahlus Sunnah Wal Jama’ah adalah perkara yang sangat penting dan salah satu bekal yang harus ada pada setiap muslim yang menghendaki kebenaran sehingga dalam perjalanannya di muka bumi ia berada di atas pijakan yang benar dan jalan yang lurus dalam menyembah Allah Subhaanahu wa Ta’aala sesuai dengan tuntunan syariat yang hakiki yang dibawa oleh Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam empat belas abad yang lalu.
Pengenalan akan siapa sebenarnya Ahlus Sunnah Wal Jama’ah telah ditekankan sejak jauh-jauh hari oleh Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam kepada para sahabatnya ketika beliau berkata kepada mereka :  
افْتَرَقَتِ الْيَهُوْدُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَافْتَرَقَتِ النَّصَارَى عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَإِنَّ أُمَّتِيْ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلاَثِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلاَّ وَاحِدَةً وَهِيَ الْجَمَاعَةُ
“Telah terpecah orang–orang Yahudi menjadi tujuh puluh satu firqoh (golongan) dan telah terpecah orang-orang Nashoro menjadi tujuh puluh dua firqoh dan sesungguhnya umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga firqoh semuanya dalam neraka kecuali satu dan ia adalah Al-Jama’ah ”. Hadits shohih dishohihkan oleh oleh Syaikh Al-Albany dalam Dzilalil Jannah dan Syaikh Muqbil dalam Ash-Shohih Al-Musnad Mimma Laisa Fi Ash-Shohihain -rahimahumullahu-.

Kewajiban Mengikuti Al Quran dan As Sunnah Berdasarkan Pemahaman As Salafus Sholeh

Oleh: Syaikh Abdul Malik bin Ahmad bin Al-Mubarak  Ramadhani Al-Jazairi

Bismillaahir Rohmaanir Rohiim
Sesungguhnya jalan yang sama sekali tidak pernah diperselisihkan oleh kaum muslimin baik di masa lampau maupun saat ini adalah jalan al-Kitab dan as-Sunnah, jalan yang senantiasa diridhai Allah Ta’ala. Pada jalan itulah mereka datang dan pada jalan itu pula mereka muncul. Meskipun mereka berselisih dalam cara-cara pengambilan dalil dari kedua sumber tersebut.
Kesepakatan mereka itu disebabkan Allah telah menjamin kelurusan bagi pengikut al-Kitab, sebagaimana yang Dia firmankan lewat lisan bangsa Jin yang beriman.
قَالُوا يَاقَوْمَنَآ إِنَّا سَمِعْنَا كِتَابًا أُنزِلَ مِن بَعْدِ مُوسَى مُصَدِّقًا لِّمَابَيْنَ يَدَيْهِ يَهْدِي إِلَى الْحَقِّ وَإِلَى طَرِيقٍ مُّسْتَقِيمٍ
Hai kaum kami, sesungguhnya kami tekah mendengarkan Kitab (al-qur’an) yang diturunkan setelah Musa yang membenarkan kitab-kitab sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus. (Al–Ahqaf : 30)

Sebagaimana Allah juga telah menjamin kelurusan tersebut bagi pengikut Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti pada firman-Nya kepada beliau:
وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ
Sesungguhnya engkau (hai Muhammad) menunjukkan kepada jalan yang lurus. (As-Syuura: 52)
Akan tetapi ada perkara yang menjadikan kelompok-kelompok Islam menyimpang dari jalan-Nya, yaitu mereka lalai terhadap rukun ketiga yang telah disebutkan dalam al-Kitab dan as-Sunnah bersama-sama. Rukun ketiga itu adalah memahami al-Kitab dan as-Sunnah dengan pemahaman Salafus Shalih. Dan surat al-Fatihah juga telah mencakup tentang tiga rukun ini dengan penjelasan yang sangat sempurna. Firman Allah:
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
Tunjukilah kami ke jalan yang lurus. (Al-Fatihah : 6)

Solusi dalam Menghadapi Terorisme (1-2)

Oleh: Ust. Dzulqarnain Makassar
 
Bismillaahir Rohmaanir Rohiim
Berikut, kepada para pembaca, kami akan mengetengahkan beberapa solusi yang merupakan dasar-dasar penting dalam menanggulangi masalah terorisme dan bagaimana cara menjaga negara dan masyarakat dari bahaya terorisme tersebut.
Satu : Menyeru kaum muslimin untuk berpegang teguh terhadap Al-Qur’an dan As-Sunnah dan kembali kepada keduanya dalam segala perkara.
Tidak diragukan bahwa kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah kesejahteraan dan kemulian umat,
“Barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thoha : 123-124)
Dan berpegang teguh kepadanya adalah tonggak keselamatan dan benteng dari kehancuran,
“Dan berpeganglah kalian semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai berai.” (QS. Ali ‘Imran : 103)

Solusi dalam Menghadapi Terorisme (3-5)

Oleh: Ust. Dzulqarnain Makassar
 
Bismillaahir Rohmaanir Rohiim


Tiga : Komitment terhadap Jama’ah kaum muslimin dan Imam mereka.
Jama’ah kaum muslimin adalah kaum muslimin dibawah kepemimpinan seorang Imam (penguasa) muslim dalam sebuah negara.
Dan sudah merupakan ketentuan Allah Subhanahu wa Ta‘ala bahwa letak kebahagiaan dan kesejahteraan manusia adalah bila mereka bersatu di bawah seorang pemimpin, yang tanpa hal tersebut pasti akan berlaku hukum rimba, dimana yang lemah menjadi mangsa yang kuat. Allah ‘Azza wa Jalla menegaskan,
“Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian manusia dengan sebahagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam.” (QS. Al-Baqarah : 251)
Berkata Ibnul Mubarak (w. 181 H) rahimahullah, “Sebagai rahmat dan kemurahan-Nya, Allah menolak masalah yang rumit dari agama kita dengan penguasa. Andaikata bukan karena penguasa niscaya tidak akan ada jalan yang aman bagi kita, dan yang lemah dari kita pasti menjadi mangsa bagi yang kuat.” [1]

Solusi dalam Menghadapi Terorisme (6-10)



Oleh : Ust. Dzulqarnain Makassar
Bismillaahir Rohmaanir Rohiim
Enam : Berhukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah.
Sudah merupakan tabiat dari kehidupan bahwa manusia sangatlah butuh kepada suatu aturan dalam kehidupan mereka agar terbentuk kehidupan yang seimbang dan sejahtera, tanpa ada kekurangan dan kejelekan yang membahayakan mereka. Maka dari hikmah dan rahmat Allah Jalla wa ‘Alaa, diutusnya para rasul dan diturunkannya kitab-kitab suci guna mewujudkan kemashlahatan untuk manusia pada perkara dunia maupun akhirat mereka.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” (QS. Al-Hadîd : 25)
Dan Allah Ta’ala berfirman,
“Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan.” (QS. Al-Baqarah : 213)

Solusi dalam Menghadapi Terorisme (11-18)


Oleh : Ust. Dzulqarnain Makassar
  Bismillaahir Rohmaanir Rohiim

Sebelas : Meluruskan istilah-istilah syari’at yang kerap disalahpahami, seperti pengertian Imamah, ‘Imarah, Bai’at, negeri Islam, negeri kafir, ‘Uhud (perjanjian) dan yang semisalnya.
Istilah-istilah di atas termasuk istilah yang banyak digunakan oleh orang-orang yang terjerumus dalam garis ekstrim. Dan tidak diragukan bahwa menyelewengkan istilah-istilah tersebut dari hakikatnya akan melahirkan berbagai macam kerusakan dan kehancuran bagi umat.
Perhatikan kalimat “Imamah” yang bermakna kepemimpinan. Adalah suatu hal yang sangat penting untuk mengetahui siapa yang dikatakan sebagai Imam (Pemimpin/penguasa) dalam suatu negara, bagaimana ketentuan syahnya sebagai penguasa, konsekwensi yang harus dijalankan oleh rakyat di belakang hal tersebut, dan lain-lainnya. Karena itu wajarlah bila kita menyaksikan sekelompok orang yang tidak mengakui keberadaan penguasa di negaranya, atau mengangkat pimpinan tersendiri dalam kelompok atau jama’ahnya dengan berbagai konsekwensi yang hanya dimiliki oleh seorang pemimpin yang syar’iy menurut timbangan Islam. Kesalahan-kesalahan tersebut muncul karena kurang atau tidak memahami prinsip-prinsip Islam dalam masalah ini.
Dan perhatikan kalimat “Bai’at” yang bermakna sumpah setia atau janji. Bai’at adalah suatu hal yang hanya diperuntukkan terhadap seorang penguasa yang syah dan dibangun dibelakang bai’at itu berbagai hukum. Termasuk kesalahan yang banyak terjadi pada kelompok-kelompok yang menganggap dirinya memperjuangkan Islam adanya bai’at-bai’at kepada para pemimpin mereka, di mana hal tersebut tergolong membentuk jama’ah dalam tubuh Jama’ah kaum muslimin dan hal tersebut terhitung memecah belah Jama’ah kaum muslimin dan siapa yang meninggal di atas hal tersebut maka ia dianggap mati jahiliyah.