Oleh: Asy Syaikh DR. Shalih bin Sa’ad As-Suhaimi Al-Harbi
(Diringkas dan ditranskrip oleh Abu Hamzah)
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam kepada yang tidak ada nabi setelahnya… waba’du.
Allah tabaraka wa ta’ala telah memuliakan kita dengan kemuliaan yang
agung berupa pengutusan nabinya shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga
Allah keluarkan kita dari kegelapan menuju cahaya, Allah muliakan kita
setelah kehinaan dan Allah satukan kita setelah perpecahan, bahkan Allah
jadikan kita bersaudara, berkasih sayang dan bersatu padu, tak ada
kelebihan bagi seseorang atas yang lainnya kecuali taqwa. Allah
berfirman,
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu.Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Al-Hujuraat: 13).
Allah juga berfirman,
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan
janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu
ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah
mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah
orang-orang yang bersaudara, dan kamu telah berada di tepi jurang
neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (Ali
‘Imran: 103).
Kaum muslimin hidup dalam kenikmatan yang agung dan merekapun
berbahagia dengannya pada masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
sampai munculnya benih-benih perselisihan, yaitu ketika Abdullah bin
Saba dan para pengikutnya merongrong pemerintahan ‘Utsman radhiyallahu
‘anhu (inilah ciri khas kelompok khawarij sepanjang sejarah, yakni
menentang pemerintahan yang sah, -pent.).
Cikal bakal munculnya khowarij pun telah ada sebelumnya saat
penentangan yang dilakukan Dzul Khuwaisiroh At-Tamimiy atas pembagian
ghanimah yang dilakukan oleh nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada
hari perang Hunain, dimana Dzul Khuwaisiroh berkata, “Adil-lah hai
Muhammad, karena engkau belum adil”, dia juga mengatakan bahwa pembagian
itu tidak di atas keridhoan Allah. Kemudian nabi menjawab, “Celaka!
Siapa yang akan berbuat ‘adil jika Aku tidak ‘adil, tidakkah kalian
percaya kepadaku, sedang Aku dipercaya oleh yang di langit.”
Tatkala Umar hendak membunuhnya, nabi melarangnya seraya berkata,
“Tahan! Sungguh akan keluar dari turunannya orang ini suatu kaum yang
kalian merasa shalat kalian itu rendah bila dibanding shalatnya mereka,
demikian pula shaum kalian bila dibanding shaum mereka, mereka kaum yang
senantiasa membaca Al-Qur`an namun tidak sampai tenggorokannya, mereka
keluar dari agama seperti keluarnya anak panah dari bagian tubuh hewan
buruan yang telah dibidik bagian tubuh lainnya.”
Arus perselisihan kian memanas dengan semaraknya hizb (kelompok)
pembangkang yang menghembuskan gelombang fitnah, perpecahan dan tikaman
terhadap Islam pun semakin tajam. Khawarij itulah biang keladinya,
mereka memerangi sahabat ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, menghalalkan darah
kaum muslimin dan hartanya dan menyamarkan jalan yang lurus serta
memerangi Allah dan Rasul-Nya.
Maka Ali radhiyallahu ‘anhu segera membungkam fitnahnya, memerangi
mereka bahkan Dzul Khuwaisiroh pun terbunuh, kemudian mereka
merencanakan untuk membunuh sejumlah para sahabat hingga Ali
radhiyallahu ‘anhu pun berhasil mereka bunuh.
Fitnahnya (khawarij) terus membara, kadang terang-terangan kadang
juga sembunyi-sembunyi sampai hari ini dan sampai yang paling akhirnya
akan keluar bersamaan dengan Dajjal, seperti yang diberitakan oleh Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Akhir-akhir ini muncul kembali suara-suara, artikel-artikel dan
seruan-seruan dari orang-orang yang picik akalnya, mengajak kepada
perpecahan di dalam tubuh umat, mengajak keluar dari kesatuan yang
hakiki dan masuk ke dalam jama’ah yang terkotak-kotak, menyeru kepada
sikap ekstrim dan berlebih-lebihan dengan slogan-slogan yang
menyilaukan, hingga mencerai-beraikan barisan umat, memprovokasi para
pemuda dengan segala macam cara melalui doktrin-doktrin pemikiran
khawarij.
Orang-orang yang berpemikiran khawarij ini, menyebarkan kebatilannya dengan menempuh beberapa cara, di antaranya:
1. Meremehkan dakwah kepada tauhid, dengan alasan urusan aqidah telah
diketahui banyak orang dan mungkin dapat memahaminya dalam jangka
sepuluh menit. Lebih dari itu, merekapun enggan untuk mendakwahkan
aqidah yang benar dengan sangkaan akan memecah belah umat.
2. Mencela ulama umat, merendahkan ilmunya dan memalingkan
pendengarannya dari para ulama dengan dalih mereka tidak faham kondisi
dan bukan ahlinya untuk menyelesaikan problema umat dan mengemban
urusan-urusannya. (sering sekali mereka mengatakan ulama tidak paham
trik-trik politik atau ulama hanya sibuk dengan tumpukan-tumpukan kitab,
-pent)
3. Menjauhkan para pemuda dari ilmu yang syar’i yang berlandaskan
kitab dan sunnah serta menyibukan mereka dengan nasyid-nasyid provokasi
yang disebar di sana sini lewat media elektronik yang dibaca, dilihat
ataupun didengar.
4. Meremehkan keberadaan wulatul umur/pemerintah dan menjelaskan
‘aib-aibnya di atas mimbar atau lewat tindakan-tindakan yang meresahkan
serta mentakwil nash-nash yang ditujukan untuk ta’at terhadap waliyyul
amri/pemerintah, bahwa nash-nash tersebut untuk imamul a’dhom yakni
khalifah kaum muslimin seluruhnya.
(Mereka lupa atau pura-pura lupa dengan apa yang telah menjadi
konsensus ulama bahwa dalam keadaan berbilangnya wilayah-wilayah Islam,
maka setiap wilayah itu punya hak dan kewajiban-kewajibannya terhadap
penguasanya, karena itu wajib untuk ta’at dalam hal yang ma’ruf dan
haram untuk memeberontaknya selama menegakkan hukum-hukum Allah di
tengah-tengah umat).
5. Menghadirkan para pemikir yang berpemahaman khawarij lalu
mengumpulkan para pemuda dalam satu halaqoh, mencuci otak mereka dalam
pertemuan tertutup, menjauhkan para pemuda dari ulamanya dan dari
pemerintahnya serta mengikatkan mereka dengan tokoh-tokoh yang mana
pemberontakan dan pengkafiran menjadi jalan pikirannya.
6. Mengajak untuk berjihad, yang dalam pandangan mereka adalah
menghalalkan darah kaum muslimin dan hartanya, memprovokasi untuk
membuat pengrusakan dan pengeboman (di sejumlah tempat) dengan anggapan
bahwa negeri muslimin adalah negeri kafir (alasan mereka mengklaim
demikian karena, hukum pemerintahan yang diberlakukannya bukan hukum
Islam). (Ini jelas pemahaman yang keliru dan membahayakan, -pent.)
karena itu menurut mereka negeri muslimin yang demikian keadaannya
adalah negeri jihad, negeri perang.
Mereka tanamkan pemikirannya ini lewat sebagian nasyid-nasyid, bahkan
sampai pada tahap melatih para pemuda menggunakan segala macam jenis
senjata di tempat-tempat yang jauh dari penglihatan, baik di dalam
negeri maupun di luar negeri. (Benarlah sabda nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam yang menyebutkan, kalau mereka itu memerangi ahlil islam dan
membiarkan ahlil autsaan/musyrikin. HR. Muslim 4/389 no. 1064. Ibnu Umar
berkata, “Mereka bertolak dari ayat-ayat yang diturunkan untuk
orang-orang kafir lalu diterapkan pada orang-orang mukmin.” HR. Bukhari
14/282, -pent)
7. Menyebarkan buku-buku, selebaran-selebaran dan berkas-berkas serta
kaset-kaset yang mengajak pada pemikiran khawarij, pengkafiran kaum
muslimin lebih-lebih ulama dan pemerintah, di antara buku-buku tersebut
adalah:
a. Karya-karya Sayyid Qutb. Buku yang paling
berbahayanya, yang di dalamnya terdapat pengkafiran umat dan celaan
terhadap sahabat bahkan terhadap para nabi ialah seperti Fi Zhilalil
Qur`an, Kutub wa Syakhsiyat, Al-Adalah Al-Ijtima’iyyah, Ma’alim fi
Thariq.
b. Buku-buku Abul A’la Al-Maududy, buku-buku Hasan Al-Banna, Said
Hawa, ‘Isham Al-’Atthar, Abu Al-Fathi Al-Bayanuni, Muhammad Ali
As-Shabuniy, Muhammad Hasan Hanbakah Al-Maidani, Hasan At-Turaby,
Al-Hadiby, At-Tilmisani, Ahmad Muhammad Rosyid, Isham Al-Basyir, (juga
buku-buku DR. Abdullah Azzam Al-Mubarok, Fathi Yakan, dan buku “Aku
Melawan Teroris” Imam Samudra, -pent.)
c. Buku-buku dan kaset-kaset Muhammad Surur bin Nayif Zaenal Abidin
pendiri/pimpinan Yayasan Al-Muntada -London- (dulu di indonesia pun ada
yayasan yang bernama Al-Muntada -Jakarta-, namun kini telah berubah nama
menjadi Al-Shofwah -Jakarta-).
Buku-buku seperti ini bila dibaca oleh pemuda yang belum matang
pemikirannya dan tidak punya kemampuan ilmu, akan dapat merusak akalnya.
Ia akan berjalan di belakang angan-angan, siap untuk menjalankan
tuntutan-tuntutannya walaupun harus membunuh dirinya, atau lainnya dari
kaum muslimin, atau membunuh orang-orang yang mendapat jaminan keamanan,
demi untuk mencapai tujuan SYAHID DI JALAN ALLAH dan SURGA, seperti
yang digambarkan oleh para tokoh-tokohnya bahwa inilah jalan yang benar,
siapa yang menempuhnya ia akan mendapatkan cita-citanya dan sukses
meraih ridlo Allah.
Maka pengkafiran, pengeboman, pengrusakan di negeri kaum muslimin dan
keluar dari manhaj salafusshalih adalah jalan petunjuk. (walaupun
banyak dari mereka saat ini mengaku pengikut manhaj salaf, namun itu
semua hanya kedustaan semata, dan usianya pun takkan lama, -pent).
Untuk menyelamatkan diri dari pemikiran takfir (khawarij) ini sudah
sepatutnya bagi masing-masing pribadi atau keseluruhannya mengambil
langkah-langkah berikut ini:
a. Menyeru para pemuda agar berpegang teguh kepada kitab dan sunnah
serta kembali pada keduanya dalam setiap urusan, karena keduanya adalah
pagar yang dengannya Allah akan menjaga dari kebinasaan.
b. Mengokohkan pemahaman terhadap kitab dan sunnah sesuai dengan
manhaj salafusshaleh, namun ini tidak akan dapat terwujud kecuali bila
kaum muslimin bertafaqquh kepada para ulama robbani yang menjaga
Kitabullah dan Sunnah rasul-Nya dari penyelewengan dan kebatilan serta
ta’wilnya orang-orang jahil. Allah berfirman,
“Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu jika kamu
tiada mengetahui.” (Al-Anbiya: 7). Allah juga berfirman, “Dan apabila
datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan,
mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul
dan ulil amri (ulama) di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin
mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul
dan ulul amri).” (An-Nisaa: 83).
Dan menutup jalan orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi
yang memunculkan fatwa-fatwa tanpa ilmu, dan memalingkan pendengarannya
dari para ulama serta menyifati para ulama dengan sesuatu yang
sebetulnya justru layak ada pada mereka sendiri.
Maka berkumpulnya para pemuda di sekitar para ahli waris nabi yang
mendalam bidang keilmuannya adalah proteksi dengan ijin Allah dari para
perampok yang menyebarkan kebatilan-kebatilan dimana mereka mengira
bahwa tidak ada rujukan yang dapat mengikat para pemuda.
c. Menjauh dari sumber-sumber fitnah, menghindar dari
kejelekan-kejelekannya dan akibat negatifnya. Allah berfirman, “Dan
peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang
yang zalim saja di antara kamu.” (Al-Anfaal: 25)
d. Berkomitmen dengan kesatuan kaum muslimin dan penguasanya serta
menancapkan pemahaman yang benar dalam hal keta’atan terhadap pemeritah
(yakni dalam hal yang ma’ruf). Allah berfirman, “Hai orang-orang yang
beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul-Nya dan ulil amri di antara
kamu.” (An-Nisaa`: 59).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa saja yang
melihat sesuatu yang tidak disenangi dari penguasanya, maka hendaknya
bersabar, karena siapa yang memisahkan diri dari kesatuan walau
sejengkal kemudian mati, maka mati dalam keadaan jahiliyah.”
Imam Bukhari meriwayatkan dalam Shahihnya hadits yang panjang dari
sahabat Hudzaifah. (Dalam hadits itu ia berkata,) “Apa yang harus
kulakukan bila menjumpai hal itu?” Rasul menjawab, “Engkau tetap
komitmen dengan jamaah muslimin dan penguasanya/imamnya”. “Bila tidak
ada jamaah dan imamnya,” lanjut Hudzaifah. Rasul menjawab, “Engkau jauhi
semua firqah-firqah walau harus menggigit akar pohon sampai engkau mati
engkau tetap seperti itu.”
e. Bersungguh-sungguh untuk mencermati segala perkara dengan benar,
memahaminya dan menelitinya serta mengukur bahayanya. Seorang mukmin
tidak boleh tertipu dengan perkara-perkara yang transparan, tetapi ia
harus mawas diri dan waspada terhadap segala yang tengah berlangsung di
sekitarnya, disertai dengan keteguhan dan tidak goyah dari manhaj yang
benar, tidak boleh pula terburu-buru mengeluarkan vonis/hukum atau
berkecimpung dalam masalah-masalah syar’i tanpa ilmu.
f. Mengembalikan istilah-istilah iman, din, vonis kafir atau fasiq
atau bid’ah kepada rambu-rambu syar’i yang didukung kitab dan sunnah,
serta berhati-hati dalam menjatuhkan hukum terhadap muslimin tanpa
ketentuan yang valid, karena yang demikian itu sangat berbahaya, seorang
muslim haram untuk mengkafirkan saudaranya yang muslim secara khusus
walaupun ia melakukan hal-hal yang menyebabkan kekufuran, kecuali bila
terpenuhi syarat-syaratnya dan hilang perkara-perkara yang mencegahnya
dari vonis kafir.
Inilah sebagian perkara yang harus diperhatikan oleh seorang muslim
ketika timbul fitnah yang memilukan, karena itu wajib bagi semua pihak,
baik pemerintah ataupun rakyat, ulama ataupun pelajar agar
bersungguh-sungguh menghadang fitnah ini dan mencabut dari akar-akarnya
terlebih apa yang terjadi di hari-hari ini berupa fitnah takfir (faham
khawarij).
Fitnah ini sudah menjalar sampai pada tahap menghalalkan darah kaum
muslimin dan hartanya serta merusak fasilitas-fasilitasnya dengan
menggunakan bom dan alat perusak lainnya.
Orang-orang yang picik akalnya lagi muda usianya diprovokasi oleh
tandzim-tandzim yang menipu, tulisan-tulisan yang tidak bertanggung
jawab dan fatwa-fatwa yang menyesatkan sehingga menyulap mereka menjadi
para perusak, memerangi kaum muslimin dan merampas hartanya dan membunuh
orang-orang yang mendapat jaminan keamanan serta merampas hartanya.
Mereka namakan yang demikian itu dengan nama JIHAD.
http://ulamasunnah.wordpress.com/2009/08/08/terorisme-dan-faham-khawarij/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar