Bismillaahir Rohmaanir Rohiim
Berikut, kepada para pembaca, kami akan mengetengahkan beberapa solusi
yang merupakan dasar-dasar penting dalam menanggulangi masalah terorisme
dan bagaimana cara menjaga negara dan masyarakat dari bahaya terorisme
tersebut.
Satu : Menyeru kaum muslimin untuk berpegang teguh terhadap Al-Qur’an dan As-Sunnah dan kembali kepada keduanya dalam segala perkara.
Tidak diragukan bahwa kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah kesejahteraan dan kemulian umat,
“Barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.Dan
barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya
penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat
dalam keadaan buta.” (QS. Thoha : 123-124)
Dan berpegang teguh kepadanya adalah tonggak keselamatan dan benteng dari kehancuran,
“Dan berpeganglah kalian semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai berai.” (QS. Ali ‘Imran : 103)
Dan segala masalah yang dihadapi oleh umat akan bisa terselesaikan dengan merujuk kepada Al-Qur‘an dan As-Sunnah,
“Tentang sesuatu apapun kalian berselisih maka putusannya kembali kepada Allah.”(QS. Asy-Syûra : 10)
Al-Qur‘an dan As-Sunnah adalah kebenaran mutlak yang merupakan rahmat
dan kebaikan untuk seluruh manusia. Segala kebaikan telah dijelaskan
dalam Al-Qur‘an dan As-Sunnah, demikian pula segala kejelekan
diterangkan obat dan penyelesaiannya dalam Al-Qur‘an dan As-Sunnah.
Siapa-siapa yang berpegang dengannya, maka merekalah yang akan dijayakan
oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana dalam hadits ‘Umar bin Khaththôb radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ لَيَرْفَعُ بِهَذَا الْكِتَابِ أَقْوَامًا وَيَضَعُ بِهِ آخَرِيْنَ
“Sesungguhnya Allah mengangkat (derajat) suatu kaum karena kitab ini dan merendahkan yang lainnya karenanya.” [1]
Dua : Penegasan wajibnya memahami Al-Qur‘an dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman Salaf Shôlih.
Para shahabat Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik mereka itulah yang disebut Salaf Shôlih.
Para shahabat adalah orang-orang yang dipilih oleh Allah untuk
mendampingi Rasul-Nya dalam menyebarkan dan memperjuangkan agama ini.
Mereka adalah orang-orang yang paling memahami Al-Qur‘an dan As-Sunnah;
kandungan, maksud, penafsiran, penempatan dan pendalilannya. Karena itu
telah datang nash-nash yang sangat banyak menjelaskan kewajiban
mengikuti jalan mereka dan menempuh agama di atas cahaya mereka.
Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan bahwa keridhaan dan sorga hanyalah didapatkan oleh orang-orang yang mengikuti jalan mereka dengan baik,
“Orang-orang yang
terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari orang-orang
Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan
baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan
Allah menyediakan bagi mereka sorga-sorga yang mengalir sungai-sungai di
bawahnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan
yang besar.” (QS. At-Taubah : 100)
Dan Allah menjadikan keimanan para shohabat sebagai lambang kebenaran dan petunjuk,
“Maka jika mereka
beriman seperti apa yang kalian telah beriman kepadanya, sungguh mereka
telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka
berada dalam permusuhan (dengan kalian). Maka Allah akan memelihara
kalian dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” (QS. Al-Baqorah : 137)
Bahkan Allah ‘Azza Dzikruhu mengancam orang-orang yang menyelisihi jalan para salaf dalam firman-Nya,
“Dan barangsiapa
yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti
selain jalannya orang-orang mukmin, Kami biarkan ia larut dalam
kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam
Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An-Nisa` : 115)
Dan Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam memuji tiga generasi pertama umat ini dalam sabdanya,
خَيْرُ النَاسِ قَرْنِي ثُمَّ الذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ
“Sebaik-baik manusia adalah zamanku kemudian zaman setelahnya kemudian zaman setelahnya”. [2]
Bahkan lebih dari itu, Nabi shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam menyatakan,
النُّجُوْمُ
أَمَنَةٌ لِلسَّمَاءِ فَإِذَا ذَهَبَتْ النُجُوْمُ أَتَى السَّمَاءُ مَا
تُوْعَدُ وَأَنَا أَمَنَةٌ لأَصْحَابِي فَإِذَا ذَهَبْتُ أَتَى أَصْحَابِيْ
مَا يُوْعَدُوْنَ وَأَصْحَابِيْ أَمَنَةٌ لأُمَّتِيْ فَإِذَا ذَهَبَ
أَصْحَابِيْ أَتَى أُمَّتِيْ مَا يُوْعَدُوْنَ
“Bintang-bintang
adalah kepercayaan bagi langit, bila bintang telah lenyap maka akan
datang kepada langit apa yang diancamkan terhadapnya. Dan saya adalah
kepercayaan bagi shahabatku, jika saya telah pergi maka akan datang
kepada shahabatku apa yang diancamkan terhadapnya. Dan para shahabatku
adalah kepercayaan umatku, bila para shahabatku telah pergi, maka akan
datang kepada umatku apa yang diancamkan terhadapnya.” [3]
Dan kita diperintah untuk merujuk kepada pemahaman mereka pada saat
terjadi perselisihan atau fitnah, sebagaimana dalam hadits ‘Irbadh bin
Sariyah radhiyallahu ‘anhu beliau berkata,
وَعَظَنَا
مَوْعِظَةً بَلِيْغَةً ذَرِفَتْ مِنْهَا العُيُوْنُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا
القُلُوْبُ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُوْلُ اللهِ كَأَنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ
مُوَدِّعٍ فَمَاذَا تَعْهُدُ إِلَيْنَا فَقَالَ أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى
الله وَالسَّمْعَ وَالطَّاعَةَ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًا فَإِنَّهُ مَنْ
يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيْرًا فَعَلَيْكُمْ
بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الخُلَفَاءِ المَهْدِيْيِنَ الرَّاشِدِيْنَ
تَمَسَّكُوْا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَاكُمْ
وَمُحْدَثَاتِ الأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ
بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“(Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi
wa sallam) menasehati kami dengan suatu nasehat yang sangat mendalam
sehingga membuat air mata kami berlinang dan hati-hati kami bergetar.
Maka seseorang berkata, “Wahai Rasulullah,
seakan-akan ini adalah nasehat perpisahan, maka apakah yang engkau
wasiatkan kepada kami?” Beliau bersabda, “Saya mewasiatkan kepada kalian
untuk bertaqwa kepada Allah, dan agar kalian mendengar dan taat (kepada pemimpin)
walaupun yang menjadi (pemimpin) atas kalian adalah seorang budak dari
Habasyah. Karena sesungguhnya siapa yang hidup di antara kalian
setelahku, maka dia akan melihat perselisihan yang banyak, maka wajib
atas kalian untuk berpegang teguh kepada sunnahku dan kepada sunnah para
khalifah yang mendapat hidayah dan petunjuk. Berpegang teguhlah
dengannya dan gigitlah dengan gigi-gigi geraham kalian. Dan hati-hatilah
terhadap perkara yang baru dalam agama. Karena sesungguhnya semua
perkara yang baru dalam agama adalah bid’ah, dan semua bid’ah adalah
sesat.” [4]
Berkata Ibnu Qudamah rahimahullah, “Telah tetap kewajiban mengikuti para ‘ulama Salaf rahmatullahi ‘alaihim berdasarkan Al-Kitab, As-Sunnah dan Ijma’ (kesepakatan di kalangan ulama)…” [5]
[1] Hadits riwayat Muslim no. 817 dan Ibnu Majah no. 218.
[2] Hadits Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu riwayat
Al-Bukhary no. 2652, 3651, 6429, 6658, Muslim no. 2533, At-Tirmidzy no.
3868 dan Ibnu Majah no. 2362. Dan dikeluarkan pula oleh Al-Bukhary no.
2651, 3659, 6428, 6695, Muslim no. 2553, Abu Daud no. 2657, At-Tirmidzy
no. 2226-2227, 2307 dan An-Nasa`i 7/17 dari ‘Imran bin Al-Hushainradhiyallahu ‘anhu. Dan dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu riwayat Muslim no. 2534. Serta dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha riwayat Muslim no. 2536.
[3] Hadits Abu Mûsa Al-Asy’ary radhiyallahu ‘anhu riwayat Muslim no. 2531.
[4] Hadits
riwayat Ahmad 4/ 126, Ad-Darimy no. 95, Abu Daud no. 4607, At-Tirmidzy
no. 2681, Ibnu Majah no. 42-44, Ibnu Hibban no. 5, Al-Hakim 1/96-97,
Ath-Thobarany 18/no. 617-624, 642 dan dalam Al-Ausath 1/no. 66, Al-Baihaqy 10/114, Tammam dalam Fawa`id-nya no. 255, 355, Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 5/220-221, 10/114-115 dan dalam Syu’abul Îman 6/66 dan Al-Lalaka`iy dalam Syarah Ushûl I’tiqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah 1/74 no. 79. Dishohîhkan oleh Al-Albany dalam Ash-Shohîhahno. 937, 2735 dan Al-Wadi’iy dalam Ash-Shohîh Al-Musnad 2/75-76 (cet. Pertama).
[5] Baca Dzammut Ta`wîl hal. 28-36.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar